Monday, July 16, 2012

EPIC JAVA: Rangkuman Setengah Tahun Awal Perjalanan

Sudah 7 bulan gw jalanin project ini, dan baru sekarang kepikiran untuk ditulis....

Keindahan Pantai Klayar, Pacitan
Ide ini pertama kali muncul pada akhir tahun 2011, usai memproduksi film non-naratif berjudul Merangkum Jakarta, Bali Day Lapse dan Ngarekam Bandung. Tercetus di pikiran gw untuk membuat film sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas, Pulau Jawa.

Pada tahap pra-produksi, project impian ini diperkenalkan ke publik dengan judul Landscape in Java, Seiring waktu berubah lah menjadi EPIC JAVA dengan pertimbangan penamaan yang lebih ringkas, keseimbangan huruf dan tentunya lebih menantang dengan label "EPIC".

Desain EPIC JAVA pada tahap awal
"awas kalau film-nya gak EPIC!", - Ratu Rizkitasari Saraswati, menggeretak gw sebelum pertempuran dimulai.

Gw pada dasarnya bukan lah seorang traveler, penjelajah atau semacamnya sehingga tidak banyak tau bagaimana cara bepergian dan destinasi yang dituju,

gw lebih banyak menyendiri di kamar dengan posisi seperti...
eaa

namun Alhamdulillah, hambatan tersebut teratasi sejak Arie Naftali Hawu Hede yang kerap disapa Bang Arie ingin mendukung dan meng-iya-kan terlibat dalam project EPIC JAVA sebagai produser sekaligus koordinator, dapat diibaratkan Bang Arie ialah 'kaki'-nya EPIC JAVA yang melangkahkan project ini ke berbagai tempat. Spesialisasi Eksplorasi Sumberdaya Bumi di Teknik Pertambangan ITB membuatnya sering nge-bolang kesana kemari. Gw pun sudah tidak asing dengan sosoknya karena sebelumnya sudah berkali-kali berkolaborasi membuat karya.

Arie Naftali Hawu Hede (Bang Arie) di Pantai Klayar, Pacitan


Yogyakarta Sebagai Starting Point EPIC JAVA
Pada 28 Desember 2011, Gw dan Bang Arie mengunjungi kota Yogyakarta menaiki kereta. Di sana kami menginap di losmen yang menyapa kami dengan gumpalan kapal selam di WC-nya. Kemudian untuk mempermudah transport selama penjelajahan, kami menyewa sepeda motor. Berkiblat pada GPS dan informasi dari dua teman gw yang berdomisili di Yogyakarta; Ratri Nur Wulandari aka Bul dan Doppy Catur Prasetya, perjalanan kami lakukan tanpa henti, memakan waktu yang beragam, dari mulai hanya 10 menit, 2 jam, hingga 7 jam - sebuah perjalanan panjang yang membuat pantat terasa semakin tipis.

Motor sebagai sarana transportasi yang efektif
Tanpa konsep dan skenario yang matang, gw merasa kesulitan karena tidak tahu apa yang harus gw rekam di tempat-tempat yang masih asing. Pada tahap ini, goal visual yang gw tanamkan di pikiran masih sangat terpatok pada film yang menjadi inspirasi gw, TIMESCAPES karya Tom Lowe, alhasil gw hanya mencari-cari objek-objek seperti ombak ganas, air terjun, bintang, kembang api dan sebagainya yang gw saksikan pada teaser TIMESCAPES.

"embi hati-hati, jangan terlalu mirip Tom Lowe!", - Andri Hilary, mengingatkan gw akan bahaya plagiarisme.


Eksperimen Manual Motion Timelapse Pertama di Candi Prambanan

Posisi men-slide
29 Desember 2011 di komplek Candi Prambanan, gw duduk bersila depan salah satu candi-nya, memasang slider-80cm (yang sudah ditempeli meteran jahit) pada dua tripod dan memposisikan kamera DSLR di atasnya. Dengan konsentrasi dan kesabaran penuh, gw gerakan kamera secara manual per 0,25 centi meter setiap 5 detik, dari ujung ke ujung memakan waktu lebih dari 20 menit untuk menghasilkan video berdurasi hanya 11 detik. Sebuah pekerjaan yang membuat gw sering menahan nafas sampai ngos-ngosan... ntah apa gunanya menahan nafas, tetapi yang penting eksperimen dinyatakan berhasil!
Konsentrasi maksimal
Motion timelapse pergerakan awan di Candi Prambanan

Cara yang sama gw lakukan pada waktu-waktu berikutnya di tempat lain. Gangguan saat pengambilan gambar pun muncul beragam bentuknya;

Hujan 
Cuaca sebagai salah satu hambatan saat syuting
Waktu syuting yang bertepatan dengan musim hujan...
ini lah hambatan yang paling sering gw alami,
saat gw sudah bersemangat untuk melakukan syuting, kemudian tiba-tiba hujan turun.....
....
Gw mencari tempat bersandar,
menunduk dan....

eaa
Alay
"ih alay kieu", - Adrian Permana Zen, untuk menyebut makhluk-makhluk yang tidak pernah puas mengambil gambar dirinya sendiri di tempat wisata.

Saat gw syuting di Kaliadem, gw menemukan batang pohon yang terlepas dari tanah sehingga akarnya menjulang ke atas, tampaknya pose pohon tersebut diakibat bencana Merapi 2010 lalu. Ya, batang tersebut sangat menggoda untuk diabadikan, tanpa pikir panjang segera gw keluarkan peralatan tempur yang terdiri dari dua tripod, slider dan kamera. Mengambil ancang-ancang 'men-slide',
perlahan.....
Ancang-ancang men-slide
1 menit berlalu....
penuh kesabaran dan kehati-hatian.....
Men-slide
5 menit berlalu....
10 menit berlalu....
dan....

TETOOOTTT!!!
Fail

Kurang Pemberani
Hambatan yang terakhir ini sifatnya datang dari diri sendiri,
ini terjadi salah satunya saat proses syuting di pantai Klayar, tepatnya saat gw harus naik ke atas batu karang lokasi air mancur alami. Melihat volume air laut yang naik-turun, dengan suaranya yang bergemuruh telah menciutkan mental gw sebelum bertarung. Gw dihadapkan pada dua pilihan: (1) mengambil gambar bagus dengan resiko kamera rusak terkena air laut (lebih buruk; gw hanyut kebawa ombak) atau (2) segera menyelamatkan diri tanpa membawa footage bagus.

Akibat tekanan dari Bang Arie, gw terpaksa memberanikan diri, memilih pilihan yang pertama. Dengan yakin, gw mulai memasang peralatan dan mengambil ancang-ancang 'men-slide'.....
konsentrasi penuh tertuju pada frame kamera....
perlahan digerakan.....
kemudian air laut naik.... dan....
Panik

ah ya sudah lah.... tidak usah dilanjutkan.

kurangnya keberanian terhadap air memunculnya imajinasi-imajinasi menyeramkan; saat gw memandang pantai dengan ombak besar, gw langsung teringat tragedi di pantai Kuta dan juga pengalaman saat panik di dalam aquarium Sea World Ancol. Khayalan yang sama terjadi juga ketika gw memandangi aliran sungai dan air terjun deras; ntah kenapa hal-hal tersebut tampak gelap, dingin, sesak dan mematikan.

Arus deras di sekitar Curug Tilu, Bandung - Menyeramkan tidak?

"urang mah paling takut sama kedalaman", - Aldin Meidani, <-- instant bestfriend!


Teaser
Sepulang dari Yogyakarta, gw mencoba edit footage-footage yang terkumpul. Masih tanpa konsep dan tujuan yang jelas, musik pun masih menggunakan musik Damage Vault - Outbreak karya musisi asal Washington - Otto Cate yang Alhamdulillah memberikan izinnya untuk dipergunakan, kemudian gw meminta pentolan Cibaduyut - Muhamad Ramdan (kerap disapa "Edo") untuk berkontribusi membuatkan opening title,
Edo, siswa SMK yang memiliki minat tinggi terhadap video-fotografi dan 3D
jadilah sebuah video teaser dengan judul "Mysterious Ashes" berdurasi 52 detik yang gw unggah ke YouTube dan Vimeo.

WOW! Respon yang melebihi ekspektasi awal, feedback yang belum pernah gw dapatkan pada karya-karya sebelumnya, dari perbincangan di social media hingga menjadi hot thread di KASKUS. Suatu pencapaian awal yang luar biasa bagi gw, namun secara tidak langsung, hal ini sekaligus akan menjadi sebuah tanggung jawab yang besar ke depannya.

 
Sakral / Sacred sebagai revisi dari versi sebelumnya, Mysterious Ashes, berfokus pada Jawa bagian Tengah

*Pada awalnya, tiga sub judul EPIC JAVA ialah Mysterious Ashes, West Mountain dan Eastern Sun. Merasa terlalu kebule-bulean - sempat berkonsultasi dengan Bul, Mas Bob Maulana Singadikrama dan Mas Endro Rintovani, akhirnya direvisi menjadi Sakral, Priangan dan Surya.


Menemukan Lengan Bima Sakti Untuk Pertama Kalinya
Perjalanan setelah kesuksesan teaser pertama pun di lanjutkan, Gw dan Bang Arie kali itu menjelajah wilayah Garut Selatan, daerah pantai Santolo dan sekitarnya.

Tanpa gw sangka pada malam harinya,

seperti menemukan pujaan hati....

langit yang bertabur bintang....
bintang-bintang tersebut terasa sangat dekat, dan gw bisa melihat dengan mata kepala gw sendiri - lengan Bima Sakti menjulur panjang dari utara ke selatan. Magnificent!
Di bawah lengan Bima Sakti

Tantangan dengan level baru pun muncul, kini gw harus mengambil motion timelapse pergerakan bintang dengan cara memindahkan kamera secara manual per 0,5 cm dengan interval 1 menit sejauh 80 cm. dari start sampai selesai memakan waktu berkisar 3 jam untuk mendapatkan video hanya 6 detik.
Itu lah yang gw lakukan di padang rumput Santolo sekitar jam 2 pagi,
ditemani Bang Arie yang dari mulai tersadar....
5 watt
hingga tewas di rumput bersama tai kebo.
Tewas
Di malam yang gelap gulita, hanya diterangi cahaya bintang dan suara deburan ombak, gw sering berpikir bagaimana jika ada binatang buas, jenglot atau hantu Dewi Persik... Sungguh ini merupakan sebuah perjuangan menghadapi rasa takut dan kebosanan,
Gelap gulita
tetapi semuanya terbayar ketika melihat hasil akhirnya di kamera, "Waa bintangnya bergerak!".

 
Motion timelapse pergerakan bintang di Santolo

Merasa over senang, dengan noraknya gw ceritakan pencapaian tersebut kepada keluarga dan teman-teman.


6 Jam Perjalanan Diguyur Hujan
Saat kembali dari Santolo ke Bandung, hujan tidak ada habis-habisnya mengguyur badan kami yang hanya berkendara sepeda motor.
Berkendara motor
Intensitasnya bervariasi dari yang hanya rintik-rinting sampai sangat deras. Perjalanan menjadi semakin berbahaya karena pandangan menjadi terbatas dan jalanan licin. Beberapa kali kami mengalami kecelakaan kecil seperti terjeblos ke lubang-lubang besar di aspal, yang membuat gw merasa sakit perut akibat kegencet (apanya kegencet?). Mata mulai kunang-kunang, kepala cenat-cenut dan pantat kejut-kejut, turun dari motor gw lihat jari-jari tangan gw sudah menggigil pucat, berjalan seperti hilang keseimbangan. Segera gw guyur tubuh gw dengan air di bak mandi, dan itu lah pertama kalinya gw merasa air di bak mandi Bandung seperti air hangat.

Badai Angin di Moko
Selain menjelajah wilayah Garut, tidak ada salahnya juga mencicipi tempat-tempat menarik di wilayah tempat tinggal gw sendiri, Bandung. Suatu hari teman-teman gw dari Cibaduyut; Buron, Ncun, Wandi dan Onoi mengajak gw menikmati keindahan bukit Moko. Di sana dapat menyaksikan sebuah pemandangan dimana di bawahnya - city light kota Bandung terbentang sejauh mata memandang 180 derajat dan di atasnya - langit bertabur bintang. Rrruar biasa!
Galih Mulya Nugraha (Mang Galih) hanyut dalam kegalauan di Bukit Moko, Bandung
Pemandangan itu seolah tidak mengizinkan kami pulang, jadi lah kami bermalam di sana dengan berbekal satu selimut tipis. Cuaca saat itu bertepatan dengan musim angin kencang di Bandung, semakin malam semakin berkecamuk, suara daun-daun pohon dan benda-benda bergesekan karena hempasan angin membuat gw merasa seperti ada di tengah lautan badai sampai gw meriang. Sebagai solusi, kami berdempet-dempetan satu dengan lainnya untuk mendapatkan kehangatan.
Teman-teman dari Cibaduyut yang mulai meriang akibat angin Moko

Logo EPIC JAVA Kreasi Prisma Maulana, S.Ds
Usai mengumpulkan beberapa video dari wilayah Jawa Barat, gw pun 'gatel' untuk membuat teaser berikutnya. Bantuan dan support dateng bertubi-tubi dari kerabat, salah satunya teman kampus bernama Prisma Maulana sarjana Desain Komunikasi Visual ITB, ia menawarkan jasanya membuatkan logo EPIC JAVA untuk merevisi logo asal-asalan yang sebelumnya gw buat.
Prisma Maulana dengan serius membuat logo dan graphic EPIC JAVA
Ia juga banyak memberikan masukan mengenai pemilihan tipografi dan graphic design. Berkat kejeniusannya, EPIC JAVA pun terlihat semakin matang.


Logo EPIC JAVA sebelum di-handle Prisma Maulana

Logo EPIC JAVA setelah di-handle Prisma Maulana
Dengan segala yang serba baru itu, akhirnya dirilislah teaser kedua kami pada 8 April 2012, Priangan / Preanger.
Priangan / Preanger sebagai teaser kedua berfokus pada wilayah Jawa bagian barat


Dari Dua Menjadi Empat
Semakin jauh perjalanan, gw mulai memikirkan untuk tidak lagi mengambil musik orang lain karena gw tidak memiliki hak untuk menggunakannya, Denny Novandi Ryan yang dipercaya expert dalam menangani scoring film pun bergabung dalam team inti sebagai 'telinga'-nya EPIC JAVA. Menggunakan laptop dan midi controller, ia sanggup mengkreasikan musik-musik yang menggugah jiwa, Selain berprofesi sebagai composer, ia juga seorang olahragawan yang sangat menjaga tubuhnya agar selalu fit, sehingga jangan heran jika disela-sela kerjanya ia melakukan gerakan push-up dan angkat barbel secara mendadak. Kerja keras dan ketulusannya dalam membantu orang lain juga membuat makhluk ini menjadi sosok yang patut diacungi jempol.
Denny Novandi Ryan sedang mengerjakan scoring EPIC JAVA

Sekitar bulan April 2012, gw dipertemukan dengan Galih Mulya Nugraha yang kerap disapa Mang Galih melalui social media, di awali retweet di Twitter, like dan comment di Facebook sampai akhirnya berteman secara real di restoran pecel lele. Gw melihat ada antusias tinggi dari dalam dirinya terhadap project yang sedang gw jalani, gw berdiskusi panjang lebar sambil mengunyah pecel lele dan makhluk ini tampak tidak ada habis-habisnya berbicara.

Mang Galih ini adalah orang yang 'menerjemahkan' karya yang gw buat menjadi sebuah wacana yang mendalam. Selain itu, ia juga ahli dalam memamas-manasi orang.
Mang Galih mencoba menerjemahkan visual ke dalam tulisan
Hasil coret mencoret Mang Galih
hal tersebut mendorong gw tanpa ragu-ragu untuk mengajak sosok dengan berjuta pemahaman ini bergabung dalam team inti sebagai 'mulut'-nya EPIC JAVA yang akhirnya kini kami berjumlah empat kepala.

Mang Galih juga membawa topik EPIC JAVA ini untuk pertama kalinya ke dalam diskursus Afternoon Tea 14 di Selasar Sunaryo bersama para visioner di Bandung, satu diantaranya yaitu arsitek bernama Ibu Sarah Ginting.
Screening EPIC JAVA dalam Afternoon Tea 14 di Selasar Sunaryo
Pada awalnya kami hanya bertujuan untuk promosi, namun tanpa diduga-duga menjadi pembahasan yang serius, bahkan terlampau serius. Kami mendapat banyak sekali masukan dari orang-orang tersebut, salah satu contohnya ialah Bang Robi Rahman yang tidak ada habisnya kalau berbicara memberikan wejangan untuk project ini, tak jarang mereka melemparkan pertanyaan-pertanyaan mengenai Apa dan Mau Apa EPIC JAVA ini... dan hal yang memalukan ialah gw sebagai sutradara tampak membisu dan belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Gw berada di kondisi dimana gw merasa senang atas antusias mereka, namun di sisi lain gw pun merasa shock mental karena tidak terbiasa berdiskusi (terlebih dengan orang-orang ini), tetapi gw yakin 'tekanan-tekanan' itu lah yang membuat gw segera menggali dan mencari tahu apa yang sebenernya ingin film ini sampaikan agar kedepan tidak lagi gelagapan saat memberikan penjelasan.

Dengan diskusi-diskusi dan pemikiran baru, pengalaman yang semakin banyak, gw mulai bisa sedikit-demi-sedikit keluar dari bayang-bayang film TIMESCAPES.

Kini EPIC JAVA adalah EPIC JAVA.
Cover / Poster terbaru EPIC JAVA

Judul                                     : EPIC JAVA
Tahun pembuatan                  : 2011 - 2013
Durasi                                   : 15 – 20 menit (termasuk credit title)
Genre                                    : Dokumenter non-naratif
“EPIC JAVA merupakan sebuah visual tentang alam semesta dan kebudayaan manusia. Sebuah proses pencarian misteri kehidupan, dan segala yang terkait di dalamnya. Sebuah penggambaran kontemplatif yang akan membawa kita menuju kekuasaan Nya. Mendobrak batas dimensi dan memberikan pengalaman ruang yang tak terlupakan. Mengajak penikmatnya untuk bertamasya ke dalam visual dari sudut pandang yang lain”.
EPIC JAVA adalah film dokumenter non-naratif mengalir bersama musik yang akan membawamu ke momen-momen menakjubkan yang terjadi dari timur hingga barat pulau Jawa. Menyoroti alam semesta berdasarkan pergerakan matahari melalui fotografi timelapse DSLR dan slow motion.

Sekian sharing perjalanan kami selama setengah tahun, Sekarang ini, versi full EPIC JAVA sudah selesai 10 menit terdiri dari dua chapter (Sakral dan Priangan), namun terus kami kembangkan untuk menjadi lebih baik di segala sisi; cerita, visual, musik dan sebagainya.

Sebagai permulaan, ini sudah lebih dari cukup, beberapa pihak menawarkan bantuan untuk memperkenalkan EPIC JAVA ke publik; Kak Ari Ernesto Purnama dan Kak Emma Kwee misalnya, jauh-jauh dari Belanda, ia memberikan kesempatan kepada kami untuk presentasi project ini di Galeri Cemara Jakarta dalam acara launching majalah Latitudes.nu,

Presentasi EPIC JAVA di Galeri Cemara dalam launcing Majalah Latitudes.nu
Begitu juga Dennis Adishwara, sosok yang dulu gw hanya lihat di layar TV, siapa sangka sekarang ia men-support project ini secara nyata dengan selalu membawanya ke acara-acara yang ia tangani seperi WEBSERIES Indonesia, IBEX 2012, POPCON ASIA dan acara-acara lainnya.

Gw, Mang Galih, Om Dennis dan Denny dalam acara IBEX 2012 dan POPCON ASIA
Screening EPIC JAVA di pintu masuk acara IBEX 2012 dan POPCON ASIA
EPIC JAVA menjadi salah satu Video Pembuka di acara pembukaan Pekan Kegiatan Financial Inclusion atau Indonesia Banking Expo (IBEX) 2012 yang dibuka oleh Wakil Presiden Boediono.
Masih banyak pihak-pihak lain yang baik secara langsung atau tidak langsung telah berkontribusi untuk menghidupkan project ini, khususnya keluarga dan teman-teman terdekat. Kami sangat menghargai segala bentuk bantuan dan dukungan!

Ayo, support EPIC JAVA dengan bergabung di fan page www.facebook.com/epicjava dan membantu menyebarluaskan teaser yang sudah kami upload agar film ini bisa terwujud!